Salam Kebangsaan...
Beberapa waktu yang lalu Angkatan Laut Indonesia pernah meyelenggarakan latihan bersama dengan Angkatan Laut Singapura dengan mengundang Angkatan Laut negara lain dari seluruh dunia lengkap dengan kapal perang dan awaknya. Latihan bersama yang diselenggarakan setiap tahun itu sebagai bentuk hubungan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Singapura dalam rangka meningkatkan kemampuan Angkatan Laut kedua negara. Latihan bersama itu berlokasi di sebuah tempat perairan Indonesia yang diubah menjadi daerah latihan selama pelaksanaan latihan. Latihan selama dua puluh hari itu berjalan dengan baik dan sesuai rencana latihan yang telah dibuat. Kedua negara juga mendapatkan pengalaman latihan dan ilmu yang baru dari negara-negara lain yang diundang dalam latihan itu. Namun sayangnya Indonesia tidak melihat keuntungan dari latihan itu dan kurang cerdas dalam mengelola sebuah latihan karena sesungguhnya hanya satu negara saja yang diuntungkan dari latihan itu. Apa masalahnya? Sebuah perencanaan latihan harus disusun secara baik dan cermat jauh-jauh hari agar mendapatkan hasil yang baik. Rencana latihan itu memang sudah lama dijadwalkan dan kedua negara sepakat menjadi tuan rumah bersama untuk mengundang delegasi dari negara lain lengkap dengan Alutsistanya. Indonesia bersedia untuk menyiapkan daerah latihan dengan konsekwensi harus 'menggeser' sementara waktu para nelayan yang ada di perairan itu selama latihan, Singapura dengan semangatnya bersedia menyiapkan fasilitas sandar di pelabuhan, akomodasi para awak kapal perang dan beraneka ragam jadwal wisata yang dapat mendatangkan masukan bagi negaranya. Dengan mendatangkan puluhan kapal perang ke Singapura dan berlatih di perairan Indonesia tentu saja banyak menguntungkan bagi satu negara saja. Dapat dibayangkan berapa dolar yang masuk ke Singapura dari biaya sandar selama dua puluh hari dari puluhan kapal perang itu, biaya pembelian air tawar, bahan bakar dan fasilitas pelabuhan lainnya. Belum lagi pameran produk peralatan yang ditawarkan oleh agen penyedia barang yang bekerja sama dengan kementerian perdagangan dan pariwisatanya Singapura. Ada lagi satu program yang mereka kemas sebagai acara 'bersih-bersih' dasar laut dekat sebuah pulau buatan yang tujuannya adalah mendapatkan legitimasi dari penyelam dunia untuk kepentingan pariwisatanya. Semua mereka kemas dengan profesional bekerja sama dengan instansi lainnya dengan tujuan meraup dolar sebanyak-banyaknya dari 'tamu-tamu' asing yang diundang. Bagaimana dengan Indonesia? Lain kali Indonesia harus benar-benar jeli dalam menandatangani sebuah perjanjian kerja sama yang melibatkan negara lain bila itu menguntungkan ambil, namun bila merugikan sebaiknya tidak dan bila perlu batalkan. Prinsipnya lebih baik mengendalikan untuk kepentingan daripadara dikendalikan serta mengabaikan kepentingan hanya karena alasan 'shedulled' sejak jauh-jauh hari, itulah 'latihan' menurut mereka.