Jumat, 23 Maret 2012

Squadron Anti Ranjau Lintas Udara

Salam Kebangsaan...
Ranjau laut merupakan senjata yang paling mengerikan dan momok menakutkan bagi kapal perang karena dampak dan kerusakan yang ditimbulkan. Bila suatu negara sudah men-declare bahwa perairan 'ini' sudah diranjau maka setiap kapal perang akan memperkuat unsur deteksi ranjaunya untuk dapat melintasi perairan ini dengan sangat terpaksa disertai berbagai macam pertimbangan taktis lainnya. Konstelasi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan belasan ribu pulau sangat berpotensi untuk penghambatan. Penebaran ranjau sangat efektif di selat-selat yang sempit untuk menghambat dan mengeliminasi kekuatan unsur lawan yang melewati medan ranjau. Dalam sebuah konvoi angkatan tugas peran dan tugas unsur penyapu ranjau atau anti ranjau sebagai ujung tombak sangat diperlukan. Pertanyaanya, apakah pendeteksian awal dalam operasi penyapuan ranjau harus mutlak dilaksanakan oleh kapal permukaan yang memiliki kemampuan anti ranjau? Pendeteksian ranjau tidak harus selalu dilakukan oleh kapal permukaan, tugas ini dapat dilakukan oleh helikopter dengan mengangkut peralatan dan sistem senjata yang dapat dibongkar pasang. Memang belum ada doktrin dan aturan yang mengatur karena belum ada alat dan sistem senjatanya di negara ini. Kajian harus tetap dilaksanakan karena itu adalah prosedur yang harus dijalankan dalam penerapan sebuah sistem senjata yang baru. Keuntungan taktis yang didapatkan akan lebih banyak bila dilaksanakan karena pendeteksian tidak harus di permukaan namun diatas permukaan sehingga kemungkinan kontak dengan ranjau dapat diabaikan. Sejauh ini hanya negara maju seperti Amerika saja yang memiliki sistem senjata ini namanya airborne mine countermeasures weapon system atau sistem senjata anti ranjau lintas udara. Penerapan sebuah sistem yang baru memang banyak diperdebatkan keuntungan dan kerugiannya sama seperti sesaat setelah Indonesia merdeka dengan memperdebatkan apakah perlu dibentuk tentara yang bertugas mempertahankan kedaulatan negara.